Sunday 6 March 2011

Sunday, March 06, 2011 - No comments

Eva Hardianti Gadis Impian Yang Hilang

Eva Hardianti

"Jauh kau pergi meninggalkan diriku
Di sini aku merindukan dirimu
Kini ku coba mencari penggantimu
Namun tak lagi kan seperti dirimu oh kekasih....."

Setiap kali aku mendengar alunan lagu itu. Setiap kali itu pula aku teringat akan dirimu. Seakan bayangmu tak kan pernah hilang dalam benakku. Oh akankah aku terus seperti ini?
Engkau memang sahabatku. Tapi apakah aku salah jika aku menyimpan perasaan suka untukmu? Aku tak pernah menginginkan seperti ini. Andai aku bisa mencegah datangnya perasaan itu. Tentu sejak awal aku pasti melakukannya. Karena aku tak ingin mencoreng tali persahabatan ini.

Senin 22 Februari 2010 aku menelfon temanmu, Ori. Ku tanyakan kabarmu padanya. Lama kami berbicara. Entah siapa yang mengawali tiba-tiba Ori berkata bahwa kamu sudah punya pasangan (pacar). Bagai tersambar kilat di siang hari aku mendengar ucapan Ori. Awalnya aku menganggap Ori bergurau. Tapi aku merasa Ori tidak punya dasar alasan jika ingin bergurau semacam itu. Kutanyakan sekali lagi padanya dan dia menjawab hal yang sama. Raut wajahku yang semula riang secara drastis berubah murung. Senyum yang semula wajar berubah seakan dipaksakan.

Dulu aku tak pernah sedikitpun menyimpan rasa suka untukmu. Aku hanya menganggapmu seorang teman biasa. Tidak lebih dari itu. Lantas kenapa tiba-tiba aku bisa menyukaimu? Apa yang membuatku bisa seperti itu? Apakah karena kesederhanaanmu? Atau karena aku terlalu lama hidup sendiri (jomblo) hingga aku begitu saja memilihmu? Sampai saat ini aku tak tahu jawabnya. Entah itu sebuah kemunafikan atau yang sejenisnya yang jelas aku tak tahu jawabnya. Karena setiap kali muncul sebuah jawaban pasti di iringi jawaban yang lain. Dan hal itu semakin menambah kebingunganku.

Dulu Erni pernah berkata bahwa kamu adalah tipe wanita yang berselera tinggi. Aku sempat kaget mendengar hal itu. Karena jika dilihat dari kondisiku saat ini aku merasa tidak akan sanggup menjadi seorang laki-laki seperti apa yang Erni ucapkan tadi. Aku hanya seorang laki-laki tanpa masa depan yang jelas. Yang hanya bisa mencintai tanpa bisa memiliki.

Oh apakah ini karma untukku? Apakah ini balasan atas perbuatan burukku dulu? Yang mempermainkan perasaan wanita tanpa ada pertanggungjawaban. Yang menganggapnya seperti mainan jika sudah rusak lalu dibuang? Sebegitu biadabnyakah aku?
Ya, mungkin memang seperti itulah aku yang dulu. Kini aku berusaha untuk memperbaiki diri. K`rena aku yakin setiap apa yang kita lakukan, entah itu baik atau buruk semua pasti ada balasannya.

Dulu sewaktu aku menelfonmu aku pernah berkata

"Jika aku mencintai seseorang, aku akan mencintainya dengan ikhlas"

Kaupun sempat bingung dengan kata ikhlas yang aku ucapkan tadi. Dan kaupun bertanya

"Maksudnya?"

Akupun mencoba untuk menjelaskan padamu tentang kata ikhlas tadi.

"Jika aku mencintai seseorang aku akan mencintainya dengan ikhlas. Sebagaimana arti ikhlas adalah memberi tanpa berharap untuk balas diberi. Aku akan mencintainya dengan tulus tanpa mengharap dia balas mencintaiku."

Kaupun menyela ucapanku mungkin karena kau tidak setuju dengan apa yang aku ucapkan tadi.

"Apakah kamu tidak munafik? Bukankah jika kita mencintai seseorang kita pasti berharap bisa hidup bersama dengannya?"

Akupun hanya bisa tertawa mendengar ucapanmu. Karena aku merasa pendapatku telah kamu patahkan. Dalam hati aku berkata sebenarnya apa yang aku bicarakan tadi semua menuju padamu. Beberapa hari setelah pembicaraan itu aku masih memikirkan ucapanmu. Dan akhirnya kutemukan sebuah jawaban.

"Selama rasa mengharap itu masih ada, maka cinta itu tidak pantas disebut cinta yang ikhlas, karena jika mencintai dengan harapan bisa hidup bersama maka cinta itu adalah cinta yang pamrih karena masih menginginkan sebuah balasan, untuk hidup bersama"

Mungkin ucapanku tadi terdengar sangat kontroversial mengingat bisa hidup bersama adalah dambaan setiap orang. Tapi memang seperti itulah arti cinta yang ikhlas versiku. Sampai saat ini aku tak pernah mengatakan jawaban tadi padamu. Karena aku yakin pasti kamu sudah melupakan hal itu.

Kini aku hanya bisa berdo'a semoga engkau bahagia. Meskipun hati ini sakit karena memendam cinta untukmu, buatku itu tak masalah. Karena memang seperti inilah konsekwensinya. Biarlah aku seperti ini. Jika kamu bahagia aku juga turut bahagia. Karena aku merasa andaikan aku bisa memilikimu, belum tentu aku bisa membahagiakanmu.

Engkau selalu di dalam hatiku Eva H.

***

Wachid Rahman
25 Februari 2010 at 8:53pm
Re-edited:
4 Juni 2012 at 6:53pm

0 comments:

Post a Comment

Untukmu yang ingin berbagi, tuliskan di kolom berikut